Kamis, 29 September 2011

Pembantaian di Indonesia 1965–1966

Pembantaian di Indonesia 1965–1966 adalah peristiwa pembantaian terhadap orang-orang yang dituduh komunis di Indonesia pada masa setelah    terjadinya Gerakan 30 September di Indonesia. Diperkirakan lebih dari setengah juta orang dibantai
Dalam pembantaian 1965-66, yang menjadi korban adalah orang-orang yang menjadi bagian dari PKI serta orang-orang yang dituduh sebagai komunis.
dan lebih dari satu juta orang dipenjara dalam peristiwa tersebut. Pembersihan ini merupakan peristiwa penting dalam masa transisi ke Orde Baru: Partai Komunis Indonesia (PKI) dihancurkan, pergolakan mengakibatkan jatuhnya presiden Soekarno, dan kekuasaan selanjutnya diserahkan kepada Soeharto.
Kudeta yang gagal menimbulkan kebencian terhadap komunis karena kesalahan dituduhkan kepada PKI. Komunisme dibersihkan dari kehidupan politik, sosial, dan militer, dan PKI dinyatakan sebagai partai terlarang. Pembantaian dimulai pada Oktober 1965 dan memuncak selama sisa tahun sebelum akhirnya mereda pada awal tahun 1966. Pembersihan dimulai dari ibu kota Jakarta, yang kemudian menyebar ke Jawa Tengah dan Timur, lalu Bali. Ribuan vigilante (orang yang menegakkan hukum dengan caranya sendiri) dan tentara angkatan darat menangkap dan membunuh orang-orang yang dituduh sebagai anggota PKI. Meskipun pembantaian terjadi di seluruh Indonesia, namun pembantaian terburuk terjadi di benteng-benteng PKI di Jawa Tengah, Timur, Bali, dan Sumatra Utara.

Usaha Soekarno yang ingin menyeimbangkan nasionalisme, agama, dan komunisme melalui Nasakom telah usai. Pilar pendukung utamanya, PKI, telah secara efektif dilenyapkan oleh dua pilar lainnya-militer dan Islam politis;[1][2] dan militer berada pada jalan menuju kekuasaan. Pada Maret 1967, Soekarno dicopot dari kekuasaannya oleh Parlemen Sementara, dan Soeharto menjadi Presiden Sementara. Pada Maret 1968 Soeharto secara resmi terpilih menjadi presiden.
Soeharto diduga kuat sebagai dalang di balik pembantaian 1965-1966.  Pembantai 1965-1966
Pembantaian ini hampir tidak pernah disebutkan dalam buku sejarah Indonesia, dan hanya memperoleh sedikit perhatian dari orang Indonesia maupun warga internasional.[3][4][5] Penjelasan memuaskan untuk kekejamannya telah menarik perhatian para ahli dari berbagai prespektif ideologis. Kemungkinan adanya pergolakan serupa dianggap sebagai faktor dalam konservatisme politik "Orde Baru" dan kontrol ketat terhadap sistem politik. Kewaspadaan terhadap ancaman komunis menjadi ciri dari masa kepresidenan Soeharto. Di Barat, pembantaian dan pembersihan ini digambarkan sebagai kemenangan atas komunisme pada Perang Dingin.

Latar belakang

Partai Komunis Indonesia (PKI) merupakan partai komunis terbesar ketiga di dunia.[6] Kadernya berjumlah sekitar 300.000, sementara anggotanya diperkirakan sebanyak dua juta orang.[7] Selain itu PKI juga mengatur serikat-serikat buruh.   
Soeharto menghadiri pemakaman jenderal-jenderal yang dibunuh pada tanggal 5 Oktober 1965. (Gambar oleh Departemen Penerangan Indonesia)
Dukungan terhadap kepresidenan Soekarno bergantung pada koalisi "Nasakom" antara militer,   kelompok agama, dan komunis. Perkembangan pengaruh dan kemilitanan PKI, serta dukungan Soekarno terhadap partai tersebut, menumbuhkan kekhawatiran pada kelompok Muslim dan militer. Ketegangan mulai menyelimuti perpolitikan Indonesia pada awal dan pertengahan tahun 1960-an.[8] Upaya PKI untuk mempercepat reformasi tanah menggusarkan tuan-tuan tanah dan mengancam posisi sosial para kyai.[9]
Pada sore tanggal 30 September dan 1 Oktober 1965, enam jenderal dibunuh oleh kelompok yang menyebut diri mereka Gerakan 30 September. Maka pemimpin-pemimpin utama militer Indonesia tewas atau hilang, sehingga Soeharto mengambil alih kekuasaan angkatan bersenjata. Pada 2 Oktober, ia mengendalikan ibu kota dan mengumumkan bahwa upaya kudeta telah gagal. Angkatan bersenjata menuduh PKI sebagai dalang peristiwa tersebut.[10] Pada tanggal 5 Oktober, jenderal-jenderal yang tewas dimakamkan. Propaganda militer mulai disebarkan, dan menyerukan pembersihan di seluruh negeri. Propaganda ini berhasil meyakinkan orang-orang Indonesia dan pemerhati internasional bahwa dalang dari semua peristiwa ini adalah PKI.[10] Penyangkalan PKI sama sekali tidak berpengaruh.[11] Maka ketegangan dan kebencian yang terpendam selama bertahun-tahun pun meledak.[12]


Pembersihan politik

Artikel ini bagian dari seri
Sejarah Indonesia
Sejarah Indonesia .png
Lihat pula:


Garis waktu sejarah Indonesia
Sejarah Nusantara
Prasejarah
Kerajaan Hindu-Buddha
Kutai (abad ke-4)
Tarumanagara (358–669)
Sriwijaya (abad ke-7 sampai ke-11)
Sailendra (abad ke-8 sampai ke-9)
Kerajaan Sunda (669–1579)
Kerajaan Medang (752–1045)
Kediri (1045–1221)
Dharmasraya (abad ke-12 sampai ke-14)
Singhasari (1222–1292)
Majapahit (1293–1500)
Kerajaan Islam
Kesultanan Ternate (1257–sekarang)
Kesultanan Malaka (1400–1511)
Kesultanan Demak (1475–1548)
Kesultanan Aceh (1496–1903)
Kesultanan Banten (1526–1813)
Kesultanan Mataram (1500-an—1700-an)
Kolonialisme bangsa Eropa
Portugis (1512–1850)
VOC (1602-1800)
Belanda (1800–1942)
Kemunculan Indonesia
Kebangkitan Nasional (1899-1942)
Pendudukan Jepang (1942–1945)
Revolusi nasional (1945–1950)
Indonesia Merdeka
Orde Lama (1950–1959)
Demokrasi Terpimpin (1959–1966)
Orde Baru (1966–1998)
Era Reformasi (1998–sekarang)
Pemimpin-pemimpin militer yang diduga sebagai simpatisan PKI dicabut jabatannya.[13] Majelis Permusyawaratan Rakyat dan kabinet dibersihkan dari pendukung-pendukung Soekarno. Pemimpin-pemimpin PKI segera ditangkap, bahkan beberapa dihukum mati.[10] Petinggi angkatan bersenjata menyelenggarakan demonstrasi di Jakarta.[10] Pada tanggal 8 Oktober, markas PKI Jakarta dibakar.[14][15] Kelompok pemuda anti-komunis dibentuk, contohnya Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI), Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI), Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), dan Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI).[11] Di Jakarta dan Jawa Barat, lebih dari 10.000 aktivis dan petinggi PKI ditangkap, salah satunya Pramoedya Ananta Toer.[11]




Pembantaian

Pembersihan dimulai pada Oktober 1965 di Jakarta, yang selanjutnya menyebar ke Jawa Tengah dan Timur, dan Bali. Pembantaian dalam skala kecil dilancarkan di sebagian daerah di pulau-pulau lainnya,[16] terutama Sumatra. Pembantaian terburuk meletus di Jawa Tengah dan Timur.[17][18] Korban jiwa juga dilaporkan berjatuhan di Sumatra utara dan Bali.[12] Petinggi-petinggi PKI diburu dan ditangkap: petinggi PKI, Njoto, ditembak pada tanggal 6 November, ketua PKI Dipa Nusantara Aidit pada 22 November, dan Wakil Ketua PKI M.H. Lukman segera sesudahnya.[19][20]
Kebencian terhadap komunis dikobarkan oleh angkatan darat, sehingga banyak penduduk Indonesia yang ikut serta dalam pembantaian ini.[21] Peran angkatan darat dalam peristiwa ini tidak pernah diterangkan secara jelas.[22] Di beberapa tempat, angkatan bersenjata melatih dan menyediakan senjata kepada milisi-milisi lokal.[16] Di tempat lain, para vigilante mendahului angkatan bersenjata, meskipun pada umumnya pembantaian tidak berlangsung sebelum tentara mengenakan sanksi kekerasan.[23][24]
Di beberapa tempat, milisi tahu tempat bermukimnya komunis dan simpatisannya, sementara di tempat lain tentara meminta daftar tokoh komunis dari kepala desa.[25] Keanggotaan PKI tidak disembunyikan dan mereka mudah ditemukan dalam masyarakat.[26] Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta menyediakan daftar 5.000 orang yang diduga komunis kepada angkatan bersenjata Indonesia.[27][28]
Beberapa cabang PKI melancarkan perlawanan dan pembunuhan balasan, tetapi sebagian besar sama sekali tidak mampu melawan.[29][30] Tidak semua korban merupakan anggota PKI. Seringkali cap "PKI" diterapkan pada tokoh-tokoh Partai Nasional Indonesia (PNI) yang beraliran kiri.[31] Dalam kasus-kasus lainnya, para korban merupakan orang-orang yang hanya dituduh atau diduga komunis.[11]
Warga keturunan Tionghoa juga turut menjadi korban. Beberapa dari mereka dibunuh, dan harta benda mereka dijarah.[31] Di Kalimantan Barat, sekitar delapan belas bulan setelah pembantaian di Jawa, orang-orang Dayak mengusir 45.000 warga keturunan Tionghoa dari wilayah pedesaan. Ratusan hingga ribuan di antara mereka tewas dibantai.[22]
Metode pembantaian meliputi penembakan atau pemenggalan dengan menggunakan pedang samurai Jepang. Mayat-mayat dilempar ke sungai, hingga pejabat-pejabat mengeluh karena sungai yang mengalir ke Surabaya tersumbat oleh jenazah. Di wilayah seperti Kediri, Gerakan Pemuda Ansor Nahdlatul Ulama menyuruh orang-orang komunis berbaris. Mereka lalu menggorok leher orang-orang tersebut, lalu jenazah korban dibuang ke sungai.[32][33] Pembantaian ini mengosongkan beberapa bagian desa, dan rumah-rumah korban dijarah atau diserahkan ke angkatan bersenjata.[31]
Pembantaian telah mereda pada Maret 1966, meskipun beberapa pembersihan kecil masih berlangsung hingga tahun 1969.[34][35][36] Penduduk Solo menyatakan bahwa meluapnya sungai Bengawan Solo yang tidak biasa pada Maret 1966 menandai berakhirnya pembantaian.

Jawa

Di Jawa, banyak pembunuhan dilakukan oleh simpatisan aliran. Militer mendorong para santri Jawa untuk mencari anggota PKI di antara orang-orang abangan Jawa.[38] Pembunuhan meluas sampai pada orang-orang yang bukan anggota PKI. Di Jawa, contohnya, banyak orang yang dianggap "PNI kiri" dibunuh. Yang lainnya hanya dituduh[37] atau merupakan korban fitnah dengan sedikit atau tanpa motif politik.[37][38] Pada pertengahan Oktober, Soeharto mengirim sejumlah pasukan komando kepercayaannya ke Jawa tengah, daerah yang memiliki banyak orang komunis, sedangkan pasukan yang kesetiaannya tak jelas diperintahkan pergi dari sana.[11] Pembantaian terhadap orang komunis kemudian dilakukan oleh para pemuda, dengan dipandu oleh angkatan bersenjata, memburu orang-orang komunis.[39]
Konflik yang pernah pecah pada tahun 1963 antara partai Muslim Nahdlatul Ulama (NU) dan PKI berubah menjadi pembantaian pada minggu kedua Oktober.[11] Kelompok Muslim Muhammadiyah menyatakan pada awal November 1965 bahwa pembasmian "Gestapu/PKI" merupakan suatu Perang Suci. Pandangan tersebut didukung oleh kelompok-kelompok Islam lainnya di Jawa dan Sumatra. Bagi banyak pemuda, membunuh orang komunis merupakan suatu tugas keagamaan.[40][41] Di tempat-tempat adanya pusat komunis di Jawa Tengah dan Jawa Timur, kelompok-kelompok Muslim menganggap bahwa mereka adalah korban serangan komunis supaya mereka memperoleh pembenaran atas pembantaian yang mereka lakukan. Mereka biasanya mengungkit-ungkit Peristiwa Madiun pada tahun 1948.[31] Para pelajar Katolik di daerah Yogyakarta meninggalkan asrama mereka di malam hari untuk ikut membunuh orang-orang komunis yang tertangkap.[37]
Untuk sebagian besar daerah, pembantaian mereda pada bulan-bulan awal tahun 1966, namun di daerah-daerah tertentu di Jawa Timur pembantaian berlangsung sampai bertahun-tahun. Di Blitar, ada aksi gerilya yang dilakukan oleh anggota-anggota PKI yang selamat. Aksi tersebut berhasil diberantas pada 1967 dan 1968.[42] Mbah Suro, seorang pemimpin kelompok komunis yang bercampur mistisisme tradisional, bersama para pengikutnya membangun pasukan. Dia dan kedelapan puluh pengikutnya terbunuh dalam sebuah perang perlawanan menghadapi angkatan bersenjata Indonesia.[42]

[sunting] Bali


Penangkapan salah seorang simpatisan PKI.
Bercermin dari melebarnya perbedaan sosial di seluruh Indonesia pada 1950-an dan awal 1960-an, di pulau Bali meletus konflik antara para pendukung sistem kasta tradisional Bali melawan orang-orang yang menolak nilai-nilai tradisional itu. Jabatan pemerintahan, uang dan keuntungan bisnis beralih pada orang-orang komunis pada tahun-tahun akhir masa kepresidenan Soekarno.[43] Sengketa atas tanah dan hak-hak penyewa berujung pada pengambilan lahan dan pembantaian, ketika PKI mempromosikan "aksi unilateral". Setelah Soeharto berkuasa di Jawa, gubernur-gubernur pilihan Soekarno dicopot dari jabatannya. Orang-orang komunis kemudian dituduh atas penghancuran budaya, agama, serta karakter pulau Bali. Rakyat Bali, seperti halnya rakyat Jawa, didorong untuk menghancurkan PKI.[44]
Sebagai satu-satunya pulau yang didominasi Hindu di Indonesia, Bali tidak memiliki kekuatan Islam yang terlibat di Jawa, dan tuan tanah PNI menghasut pembasmian anggota PKI.[38] Pendeta tinggi Hindu melakukan ritual persembahan untuk menenangkan para roh yang marah akibat pelanggaran yang kelewatan dan gangguan sosial.[37] Pemimpin Hindu Bali, Ida Bagus Oka, memberitahu umat Hindu: "Tidak ada keraguan [bahwa] musuh revolusi kita juga merupakan musuh terkejam dari agama, dan harus dimusnahkan dan dihancurkan sampai akar-akarnya."[45]
Seperti halnya sebagian Jawa Timur, Bali mengalami keadaan nyaris terjadi perang saudara ketika orang-orang komunis berkumpul kembali.[31] Keseimbangan kekuasaan beralih pada orang-orang Anti-komunis pada Desember 1965, ketika Angkatan Bersenjata Resimen Para-Komando dan unit Brawijaya tiba di Bali setelah melakukan pembantaian di Jawa. Komandan militer Jawa mengizinkan skuat Bali untuk membantai sampai dihentikan.[46][47] Berkebalikan dengan Jawa Tengah tempat angkatan bersenjata mendorong orang-orang untuk membantai "Gestapu", di Bali, keinginan untuk membantai justru sangat besar dan spontan setelah memperoleh persediaan logistik, sampai-sampai militer harus ikut campur untuk mencegah anarki.[48] Serangkaian pembantaian yang mirip dengan peristiwa di Jawa Tengah dan Jawa Timur dipimpin oleh para pemuda PNI berkaus hitam. Selama beberapa bulan, skuat maut milisi menyusuri desa-desa dan menangkap orang-orang yang diduga PKI.[31] Antara Desember 1965 dan awal 1966, diperkirakan 80,000 orang Bali dibantai, sekitar 5 persen dari populasi pulau Bali saat itu, dan lebih banyak dari daerah manapun di Indonesia.[49][50][51][52]

[sunting] Sumatra

Tindakan PKI berupa gerakan penghuni liar dan kampanye melawan bisnis asing di perkebunan-perkebunan di Sumatra memicu aksi balasan yang cepat terhadap orang-orang komunis. Di Aceh sebanyak 40.000 orang dibantai, dari sekitar 200.000 korban jiwa di seluruh Sumatra.[10] Pemberontakan kedaerahan pada akhir 1950-an semakin memperumit peristiwa di Sumatra karena banyak mantan pemberontak yang dipaksa untuk berafiliasi dengan organisasi-organisasi komunis untuk membuktikan kesetiaan mereka kepada Republik Indonesia. Berhentinya pemberontakan tahun 1950-an dan pembantaian tahun 1965 oleh kebanyakan masyarakat Sumatra dipandang sebagai "pendudukan suku Jawa".[10] Di Lampung, faktor lain dalam pembantaian itu nampaknya adalah imigrasi suku Jawa.[22]

[sunting] Jumlah korban

Meskipun garis besar peristiwa diketahui, namun tidak banyak yang diketahui mengenai pembantaiannya,[16] dan jumlah pasti korban meninggal hampir tak mungkin diketahui.[53] Hanya ada sedikit wartawan dan akademisi Barat di Indonesia pada saat itu. Angkatan bersenjata merupakan satu dari sedikit sumber informasi, sementara rezim yang melakukan pembantaian berkuasa sampai tiga dasawarsa.[54] Media di Indonesia ketika itu dibatasi oleh larangan-larangan di bawah "Demokrasi Terpimpin" dan oleh "Orde Baru" yang mengambil alih pada Oktober 1966.[55] Karena pembantaian terjadi di puncak Perang Dingin, hanya sedikit penyelidikan internasional yang dilakukan, karena berisiko memperkusut prarasa Barat terhadap Soeharto dan "Orde Baru" atas PKI dan "Orde Lama".[56]
Dalam waktu 20 tahun pertama setelah pembantaian, muncul tiga puluh sembilan perkiraan serius mengenai jumlah korban.[48] Sebelum pembantaian selesai, angkatan bersenjata memperkirakan sekitar 78.500 telah meninggal[57] sedangkan menurut orang-orang komunis yang trauma, perkiraan awalnya mencapai 2 juta korban jiwa.[48] Di kemudian hari, angkatan bersenjata memperkirakan jumlah yang dibantai dapat mencapai sekitar 1 juta orang.[42] Pada 1966, Benedict Anderson memperkirakan jumlah korban meninggal sekitar 200.000 orang dan pada 1985 mengajukan perkiraan mulai dari 500,000 sampai 1 juta orang.[48] Sebagian besar sejarawan sepakat bahwa setidaknya setengah juta orang dibantai,[58][59][60][61] lebih banyak dari peristiwa manapun dalam sejarah Indonesia.[38] Suatu komando keamanan angkatan bersenjata memperkirakan antara 450.000 sampai 500.000 jiwa dibantai.[37]
Para korban dibunuh dengan cara ditembak, dipenggal, dicekik, atau digorok oleh angkatan bersenjata dan kelompok Islam. Pembantaian dilakukan dengan cara "tatap muka", tidak seperti proses pembantaian massal oleh Khmer Merah di Kamboja atau oleh Jerman Nazi di Eropa.[62]

[sunting] Penahanan


Para anggota Pemuda Rakyat (sayap pemuda PKI) dijaga oleh para tentara dalam perjalanan mereka dengan truk bak terbuka ke penjara pada tanggal 30 Oktober 1965.
Penangkapan dan penahanan berlanjut sampai sepuluh tahun setelah pembantaian.[38] Pada 1977, laporan Amnesty International menyatakan "sekitar satu juta" kader PKI dan orang-orang yang dituduh terlibat dalam PKI ditahan.[63] Antara 1981 dan 1990, pemerintah Indonesia memperkirakan antara 1.6 sampai 1.8 juta mantan tahanan ada di masyarakat.[64] Ada kemungkinan bahwa pada pertengahan tahun 1970-an, 100.000 masih ditahan tanpa adanya proses peradilan.[65][66] Diperkirakan sebanyak 1.5 juta orang ditahan pada satu waktu atau lainnya.[67][68][69] Orang-orang PKI yang tidak dibantai atau ditahan berusaha bersembunyi sedangkan yang lainnya mencoba menyembunyikan masa lalu mereka.[38] Mereka yang ditahan termasuk pula politisi, artis dan penulis misalnya Pramoedya Ananta Toer , serta petani dan tentara. Banyak yang tidak mampu bertahan pada periode pertama masa penahanan dan akhirnya meninggal akibat kekurangan gizi dan penganiayaan.[42] Ketika orang-orang mulai mengungkapkan nama-nama orang komunis bawah tanah, kadang kala di bawah siksaan, jumlah orang yang ditahan semakin meninggi pada 1966–68. Mereka yang dibebaskan seringkali masih harus menjalani tahanan rumah dan secara rutin mesti melapor ke militer. Mereka juga sering dilarang menjadi pegawai pemerintah, termasuk juga anak-anak mereka.[42]

[sunting] Dampak

Tindakan Soekarno yang ingin menyeimbangkan nasionalisme, agama, dan komunisme melalui Nasakom telah usai. Pilar pendukung utamanya, PKI, telah secara efektif dimusnahkan oleh dua pilar lainnya-militer dan Islam politis; dan militer berada pada jalan menuju kekuasaan.[1][2] Banyak Muslim yang tak lagi memercayai Soekarno, dan pada awal 1966, Soeharto secara terbuka mulai menentang Soekarno, sebuah tindakan yang sebelumnya berusaha dihindari oleh para pemimpin militer. Soekarno berusaha untuk berpegang kepada kekuasaan dan mengurangi pengaruh baru dari angkatan bersenjata, namun dia tidak dapat membuat dirinya menyalahkan PKI atas usaha kudeta sesuai permintaan Soeharto.[70] Pada 1 Februari 1966, Soekarno menaikkan pangkat Soeharto menjadi Letnan Jenderal.[71] Dekrit Supersemar pada 11 Maret 1966 mengalihkan sebagian besar kekuasaan Soekarno atas parlemen dan angkatan bersenjata kepada Soeharto,[72] memungkinkan Soeharto untuk melakukan apa saja untuk memulihkan ketertiban. Pada 12 Maret 1967 Soekarno dicopot dari sisa-sisa kekuasaannya oleh Parlemen sementara, dan Soeharto menjabat sebagai Presiden Sementara.[73] Pada 21 Maret 1968, Majelis Permusyawaratan Rakyat secara resmi memilih Soeharto sebagai presiden.[74]

The Year of Living Dangerously, film yang sempat dilarang beredar pada masa Orde Baru.
Pembantaian ini hampir tidak pernah disebutkan dalam buku sejarah Indonesia, dan hanya memperoleh sedikit perhatian dari rakyat Indonesia maupun warga internasional.[3][4][5] Akan tetapi, setelah Soeharto mundur pada 1998, dan meninggal pada tahun 2008, fakta-fakta mengenai apa yang sebenarnya terjadi dalam pembantaian ini mulai terbuka kepada masyarakat dalam tahun-tahun berikutnya.[75][76][77] Pencarian makam para korban oleh orang-orang yang selamat serta anggoa keluarga mulai dilakukan setelah tahun 1998, meskipun hanya sedikit yang berhasil ditemukan. Lebih dari tiga dekade kemudian, rasa kebencian tetap ada dalam masyarakat Indonesia atas peristiwa tersebut.[75] Film The Year of Living Dangerously, yang didasarkan pada peritiwa yang berujung pada pembantaian ini, dilarang diputar di Indonesia sampai tahun 1999.
Penjelasan memuaskan untuk skala dan kekejaman dari pembantaian ini telah menarik minat para ahli dari berbagai perspektif ideologis. Salah satu pendapat memandang kebencian komunal di balik pembantaian sampai pemaksaan demokrasi parlementer ke dalam masyarakat Indoensia, mengklaim bahwa perubahan semacam itu secara budaya tidak sesuai dan sangat mengganggu pada masa 1950-an pasca-kemerekaan. Pendapat yang berlawanan adalah ketika Soekarno dan angkatan bersenjata menggantikan proses demokrasi dengan otoriterianisme, persaingan kepentingan-yaitu antara militer, Islam politis, dan komunisme-tidak dapat secara terbuka diperdebatkan, melainkan lebih ditekan dan hanya dapat ditunjukkan dengan cara-cara kekerasan.[70] Metode penyelesaian konflik telah gagal, dan kelompok-kelompok Muslim dan angkatan bersenjata menganut prinsip "kita atau mereka", dan bahwa ketika pembantaian sudah berakhir, banyak orang Indonesia menganggap bahwa orang-orang komunis layak menerimanya.[70] Kemungkinan adanya pergolakan serupa dianggap sebagai faktor dalam konservatisme politik "Orde Baru" dan kontrol ketat terhadap sistem politik.[22] Kewaspadaan terhadap ancaman komunis menjadi ciri dari masa kepresidenan Soeharto.[78] Di Barat, pembantaian dan pembersihan ini digambarkan sebagai kemenangan atas komunisme pada Perang Dingin.
Pemerintah dan media-media Barat lebih menyukai Soeharto dan Orde baru daripada PKI dan Orde Lama.[79][80] Pembantaian itu oleh Time digambarkan sebagai 'Berita Barat Terbaik di Asia'.[81] Kepala berita di US News and World Report tertulis: "Indonesia: Hope... where there was once none".[82] Kolomnis New York Times, James Reston menyebutnya sebagai 'Secercah cahaya di Asia'.[83] Perdana Menteri Australia Harold Holt, yang sedang mengunjungi Amerika Serikat, berkomentar di The New York Times, "Dengan 500.000 sampai satu juta simpatisan komunis disingkirkan...Saya kira sudah aman untuk menganggap bahwa reorientasi telah terjadi."[84]

[sunting] Keterlibatan Amerika Serikat


Dokumen rahasia yang membeberkan pembantaian tahun 1965.
Joseph Lazarsky, wakil kepala CIA di Jakarta, mengatakan bahwa konfirmasi pembantaian datang langsung dari markas Soeharto. 'Kami memperoleh laporan yang jelas di Jakarta mengenai siapa-siapa saja yang harus ditangkap,' kata Lazarsky. 'Angkatan bersenjata memiliki "daftar tembak" yang berisi sekitar 4,000 sampai 5,000 orang. Mereka tidak memiliki cukup tentara untuk membinasakan mereka semua, dan beberapa orang cukup berharga untuk diinterogasi. Infrastruktur milik PKI dengan cepat dilumpuhkan. Kami tahu apa yang mereka lakukan... Soeharto dan para penasehatnya mengatakan, jika kamu membiarkan mereka hidup, kamu harus memberi mereka makan.'[85][86]
Duta Besar Amerika di Jakarta adalah Marshall Green, yang dikenal di Departemen Luar Negeri Amerika Serikat sebagai 'ahli kudeta'. Green telah tiba di Jakarta hanya beberapa bulan sebelumnya, membawa serta reputasi karena telah mendukung penggulingan diktator Korea Syngman Rhee, yang telah keluar bersama Amerika. Ketika pembantaian berlangsung di Indonesia, manual mengenai pengorganisasian pelajar, yang ditulis dalam bahasa Inggris dan bahasa Korea, disebarkan oleh kedutaan Amerika Serikat ke Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI).[87] Amerika Serikat juga secara langsung mendanai mereka yang berpartisipasi dalam penindasan terhadap orang-orang komunis. Pada tanggal 2 Desember 1965, Green mendukung rencana untuk menyediakan lima puluh juta rupiah untuk apa yang disebutnya sebagai "gerakan Kap-Gestapu," yang dia gambarkan sebagai "kelompok aksi sipi tapi terilhami tentara" yang "membawa beban upaya represif yang ditujukan kepada PKI, terutama di Jawa Tengah." [88] Green tidak menyebutkan fakta bahwa "upaya represif saat ini" terhadap PKI di Jawa Tengah meliputi, menurut Konsulat Amerika Serikat di Medan, usaha untuk "membasmi semua orang PKI". Apakah dia menyadari fakta ini atau tidak, agak diragukan, karena ia sendiri mencatat bahwa Kedutaan Besar Amerika Serikat memiliki akses ke "laporan intelijen substansial" mengenai kegiatan Kap-Gestapu, kegiatan yang ia yakinkan pada Departemen Luar Negeri sebagai kegiatan yang "sepenuhnya sejalan dengan dan dikoordinasikan oleh tentara" dan yang ia puji sebagai kegiatan yang "sangat sukses".[89]
Selain itu, Amerika Serikat memasok peralatan logistik penting pada jenderal-jenderal Indonesia. Para jenderal memintanya melalui penghubung yang ditunjuk di Bangkok, Thailand.[90] Dukungan itu datang terutama dalam bentuk alat komunikasi taktis dengan tujuan menghubungkan Jakarta dengan pasukan militer yang melaksanakan penindasan terhadap PKI di Sumatra, Jawa dan Sulawesi.[90] Amerika Serikat juga menyediakan "senjata" yang berasal dari Amerika Serikat maupun yang bukan dari Amerika Serikat, yang secara khusus merupakan permintaan untuk "mempersenjatai pemuda Muslim dan Nasionalis di Jawa Tengah untuk digunakan melawan PKI".[91][92] Kawat diplomatik menunjukkan bahwa senjata-senjata ini adalah senjata ringan, digunakan untuk membunuh dari jarak dekat.[93][94] Brad Simpson, Asisten Profesor Sejarah dan Studi Internasional di Princeton University dan direktur Proyek Dokumentasi Indonesia/Timor Timur di George Washington University, menyatakan bahwa "Amerika Serikat terlibat langsung sejauh bahwa mereka menyediakan bantuan kepada Angkatan Bersenjata Indonesia yang mereka berikan untuk membantu memfasilitasi pembunuhan massal."[95]
Pada tanggal 5 Oktober 1965, Green mengirim telegram ke Washington mengenai bagaimana Amerika Serikat dapat 'membentuk perkembangan untuk keuntungan kita'. Rencananya adalah untuk memperburuk nama PKI dan 'pelindung' nya, Soekarno. Propaganda ini harus didasarkan pada '(penyebaran) kisah pengkhianatan, kesalahan, dan kebrutalan PKI'. Pada puncak pertumpahan darah, Green meyakinkan Jenderal Soeharto: 'Amerika Serikat umumnya bersimpati dan mengagumi apa yang sedang dilakukan oleh angkatan bersenjata.'[96] Adapun mengenai jumlah korban, Howard Federspiel, ahli Indonesia di Biro Intelijen dan Penelitian Departemen Luar Negeri Amerika Serikat pada tahun tahun 1965, mengatakan, 'Tidak ada yang peduli, selama mereka adalah komunis, mereka harus dibantai. Tidak ada yang merasa perlu melakukan sesuatu mengenai hal itu.'[85]

[sunting] Perkembangan kontemporer

Setelah Soeharto mundur bekat adanya revolusi 1998, Parlemen membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi untuk menganalisis pembunuhan massal, tapi itu ditangguhkan oleh Pengadilan Tinggi. Sebuah konferensi akademis mengenai pembantaian diadakan di Singapura pada tahun 2009.[62]
Pada bulan Mei 2009, pada waktu yang berdekatan dengan Konferensi Singapura, penerbit di Britania Raya, Spokesman Books, menerbitkan buku yang ditulis oleh Nathaniel Mehr, berjudul Pertumpahan Darah Konstruktif di Indonesia: Amerika Serikat, Britania Raya dan Pembunuhan Massal di Indonesia 1965-1966, sebuah survei tingkat-pengantar mengenai pembantaian dan dukungan Barat untuk Soeharto.
Pembantaian ini telah banyak dihilangkan dari buku pelajaran sejarah Indonesia. Dalam buku pelajaran sejarah, disebutkan bahwa pembantaian ini adalah "kampanye patriotik" yang menghasilkan kurang dari 80.000 korban jiwa. Pada tahun 2004, buku-buku pelajaran diubah dan mencantumkan kejadian tersebut, tapi kurikulum baru ini ditinggalkan pada tahun 2006 karena adanya protes dari kelompok militer dan Islam.[62] Buku-buku pelajaran yang menyebutkan pembunuhan massal itu kemudian dibakar,[62] atas perintah Jaksa Agung.[97]

[sunting]

Rabu, 28 September 2011

Akatsuki





gemah ripah evin

rekaman sunda

Akatsuki nazi


















KOLOID


1.    Koloid Sol
A.      Pembagian Koloid Sol

        Seperti yang telah dijelaskan, sol merupakan jenis koloid dimana fase terdispersinya merupakan zat padat. Berdasarkan medium pendispersinya, sol dapat dibagi menjadi:
a.       1.       Sol Padat
         Sol padat merupakan sol di dalam medium pendispersi padat. Contohnya adalah paduan logam, gelas berwarna, dan intan hitam.

b.      Sol 2.       Sol Cair (Sol)

           Sol cair merupakan sol di dalam medium pendispersi cair. Contohnya adalah cat, tinta, tepung dalam air, tanah liat, dll. 

c.       Sol3.        Sol Gas (Aerosol Padat)

          Sol gas merupakan sol di dalam medium pendispersi padat. Contohnya adalah debu di udara, asap pembakaran, dll.
B.        Sifat-Sifat Koloid Sol
1.         Efek Tyndall
Efek tyndall ini ditemukan oleh John Tyndall (1820-1893), seorang ahli fisika Inggris. Oleh karena itu sifat itu disebut efek tyndall.
        Efek tyndall adalah efek yang terjadi jika suatu larutan terkena sinar. Pada saat larutan sejati (gambar kiri) disinari dengan cahaya, maka larutan tersebut tidak akan menghamburkan cahaya, sedangkan pada sistem koloid (gambar kanan), cahaya akan dihamburkan. hal itu terjadi karena partikel-partikel koloid mempunyai partikel-partikel yang relatif besar untuk dapat menghamburkan sinar tersebut. Sebaliknya, pada larutan sejati, partikel-partikelnya relatif kecil sehingga hamburan yang terjadi hanya sedikit dan sangat sulit diamati.
2.         Gerak Brown
            Jika kita amati system koloid dibawah mikroskop ultra, maka kita akan melihat bahwa partikel-partikel tersebut akan bergerak membentuk zigzag. Pergerakan zigzag ini dinamakan gerak Brown. Pergerakan tersebut dijelaskan pada penjelasan berikut:
             Partikel-partikel suatu zat senantiasa bergerak. Gerakan tersebut dapat bersifat acak seperti pada zat cair dan gas, atau hanya bervibrasi di tempat seperti pada zat padat. Untuk system koloid dengan medium pendispersi zat cair atau gas, pergerakan partikel-partikel akan menghasilkan tumbukan dengan partikel-partikel koloid itu sendiri. Tumbukan tersebut berlangsung dari segala arah. Oleh karena ukuran partikel cukup kecil, maka tumbukan yang terjadi cenderung tidak seimbang. Sehingga terdapat suatu resultan tumbukan yang menyebabkan perubahan arah gerak partikel sehingga terjadi gerak zigzag atau gerak Brown.
          Semakin kecil ukuran partikel koloid, semakin cepat gerak Brown terjadi. Demikian pula, semakin besar ukuran partikel kolopid, semakin lambat gerak Brown yang terjadi. Hal ini menjelaskan mengapa gerak Brown sulit diamati dalam larutan dan tidak ditemukan dalam zat padat (suspensi).
          Gerak Brown juga dipengaruhi oleh suhu. Semakin tinggi suhu system koloid, maka semakin besar energi kinetic yang dimiliki partikel-partikel medium pendispersinya. Akibatnya, gerak Brown dari partikel-partikel fase terdispersinya semakin cepat. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah suhu system koloid, maka gerak Brown semakin lambat.
3.         Adsorpsi koloid
            Apabila partikel-partikel sol padat ditempatkan dalam zat cair atau gas, maka pertikel-partikel zat cair atau gas tersebut akan terakumulasi pada permukaan zat padat tersebut. Fenomena ini disebut adsorpsi. Beda halnya dengan absorpsi. Absorpsi adalah fenomena menyerap semua partikel ke dalam sol padat bukan di atas permukaannya, melainkan di dalam sol padat tersebut.     Partikel koloid sol memiliki kemampuan untuk mengadsorpsi partikel-partikel pada permukaannya, baik partikel netral atau bermuatan (kation atau anion) karena mempunyai permukaan yang sangat luas.
4.         Muatan Koloid Sol

            Sifat koloid terpenting adalah muatan partikel koloid. Semua partikel koloid pasti mempunyai muatan sejenis (positif atau negatif). Oleh karena muatannya sejenis, maka terdapat gaya tolak menolak antar partikel koloid. Hal ini mengakibatkan partikel-partikel tersebut tidak mau bergabung sehingga memberikan kestabilan pada sistem koloid. Namun demikian, system koloid secara keseluruhan bersifat netral karena partikel-partikel koloid yang bermuatan ini akan menarik ion-ion dengan muatan berlawanan dalam medium pendispersinya. Berikut ini adalah penjelasannya:

a.         Sumber Muatan Koloid Sol

            Partikel-partikel koloid mendapat muatan listrik melalui dua cara, yaitu dengan proses adsorpsi dan proses ionisasi gugus permukaan partikel.

i.         Proses Adsorpsi
             
  Proses adsorpsi ini merupakan peristiwa dimana partikel koloid menyerap partikel bermuatan dari fase pendispersinya. Sehingga partikel koloid menjadi bermuatan. Jenis muatannya tergantung pada jenis partikel bermuatan yang diserap apakah anion atau kation.
  Sebagai contoh: partikel sol Fe(OH)3 (bermuatan positif) mempunyai kemampuan untuk mengadsorpsi kation dari medium pendispersinya sehingga sol Fe(OH) 3 bermuatan positif, sedangkan partikel sol As2S3 (bermuatan negatif) mengadsorpsi anion dari medium pendispersinya sehingga bermuatan negatif.
Partikel koloid sol tersebut tidak selalu mengadsorpsi ion yang sama. Hal itu tergantung pada muatan yang berlebih dari medium pendispersinya. Misalnya, jika sol AgCl terdapat pada medium pendispersi dengan kation Ag+ berlebih, maka AgCl akan bermuatan positif. Sedangkan jika AgCl terdapat pada medium pendispersi dengan anion Cl- berlebih, maka sol AgCl akan bermuatan negatif.  

ii.         Proses Ionisasi Gugus Permukaan Partikel
           Beberapa partikel koloid memperoleh muatan dari proses ionisasi gugus yang ada pada permukaan partikel koloid. Contohnya adalah koloid protein dan koloid sabun/ deterjen.

a.         Pada koloid protein:
  Koloid ini adalah jenis sol yang mempunyai gugus yang bersifat asam (-COOH) dan basa (-NH2). Kedua gugus ini dapat terionisasi dan memberikan muatan pada molekul-molekul protein.
Pada pH rendah (konsentrasi H+ tinggi), gugus basa –NH2 akan menerima proton (H+) dan membentuk gugus –NH3+
NH2    +     H+       à    -NH3+
Pada pH tinggi, -COOH akan mendonorkan proton H+ dan membentuk gugus      –COO-
COOH  +       H+       à    –COO-
Maka, partikel sol protein bermuatan positif pada pH rendah dan bermuatan negatif pada pH tingi. Pada titik pH isoelektrik, partikel-partikel protein bermuatan netral karena muatan   -NH3–COO- saling meniadakan menjadi netral.
b.       Pada koloid sabun / deterjen
 Molekul sabun dan deterjen lebih kecil daripada molekul koloid. Pada konsentrasi relatif pekat, kedua molekul ini dapat bergabung dan membentuk partikel-partikel berukuran koloid yang disebut misel. Lalu zat-zat yang tergabung dalam suatu fase pendispersi dan membentuk partikel-partikel berukuran koloid disebut koloid terasosiasi.

Sabun adalah garam karboksilat dengan partikel R-COO-Na+. Di dalam air partikel ini akan terionisasi.
R-COO-Na+ à   R-COO-  +  Na+
                                        Anion
Anion-anion R-COO-  akan bergabung membentuk misel. Gugus R- tidak larut dalam air sehingga akan terorientasi ke pusat, sedangkan COO-  larut dalam air sehingga berada di permukaan yang bersentuhan dengan air.
b.        Kestabilan Koloid
          Partikel-partikel koloid ialah bermuatan sejenis. Maka terjadi gaya tolak-menolak yang mencegah partikel-partikel koloid bergabung dan mengendap akibat gaya gravitasi. Oleh karena itu, selain gerak Brown, muatan koloid juga berperan besar dalam menjaga kestabilan koloid.
c.         Lapisan Bermuatan Ganda
           
          Pada awalnya, partikel-partikel koloid mempunyai muatan yang sejenis yang didapatkannya dari ion yang diadsorpsi dari medium pendispersinya. Apabila dalam larutan ditambahkan larutan yang berbeda muatan dengan system koloid, maka sistem koloid itu akan menarik muatan yang berbeda tersebut sehingga membentuk lapisan ganda. Lapisan pertama ialah lapisan padat di mana muatan partikel koloid menarik ion-ion dengan muatan berlawanan dari medium pendispersi. Sedangkan lapisan kedua berupa lapisan difusi dimana muatan dari medium pendispersi terdifusi ke partikel koloid. Model lapisan berganda tersebut tijelaskan pada lapisan ganda Stern. Adanya lapisan ini menyebabkan secara keseluruhan bersifat netral.
d.        Elektroforesis
           Oleh karena partikel sol bermuatan listrik, maka partikel ini akan bergerak dalam medan listrik. Pergerakan ini disebut elektroforesis. Untuk lebih jelas, mari kita lihat tabung berikut di samping.
           Pada gambar, terlihat bahwa partikel-partikel koloid bermuatan positif tersebut bergerak menuju elektrode dengan muatan berlawanan, yaitu elektrode negatif. Jika sistem koloid bermuatan negatif, maka partikel itu akan menuju elektrode positif.
e.         Koagulasi
           
        Jika partikel-partikel koloid tersebut bersifat netral, maka akan terjadi penggumpalan dan pengendapan karena pengaruh gravitasi. Proses penggumpalan dan pengendapan ini disebut koagulasi.
            Penetralan partikel koloid dapat dilakukan dengan 4 cara, yaitu
1.         Menggunakan prinsip elektroforesis

            Proses elektroforesis adalah pergerakan partikel-partikel koloid yang bermuatan ke elektrode dengan muatan berlawanan. Ketika partikel ini mencapai elektrode, maka system koloid akan kehilangan muatannya dan bersifat netral.
2.         Penambahan koloid lain dengan muatan berlawanan
            Ketika koloid bermuatan positif dicampur dengan koloid bermuatan negatif, maka muatan tersebut akan saling menghilang dan bersifat netral.
3.         Penambahan elektrolit
            Jika suatu elektrolit ditambahkan pada system koloid, maka partikel koloid yang bermuatan negatif akan mengasorpsi ion positif (kation) dari elektrolit. Begitu juga sebaliknya, partikel positif akan mengasorpsi ion negative (anion) dari elektrolit. Dari adsorpsi diatas, maka terjadi proses koagulasi.
4.         Pendidihan
            Kenaikan suhu sistem koloid menyebabkan jumlah tumbukan antara partikel-partikel sol dengan molekul-molekul air bertambah banyak. Hal ini melepaskan elektrolit yang teradsorpsi pada permukaan koloid. Akibatnya partikel tidak bermuatan.
f.          Koloid pelindung
            Sistem koloid di mana partikel terdispersinya mempunyai daya adsorpsi relatif besar disebut koloid liofil yang bersifat lebih stabil. Sedangkan jika partikel terdispersinya mempunyai gaya absorpsi yang cukup kecil, maka disebut koloid liofob yang bersifat kurang stabil. Yang berfungsi sebagai koloid pelindung ialah koloid liofil.
            Sol liofob/ hidrofob mudah terkoagulasi dengan sedikit penambahan elektrolit, tetapi menjadi lebih stabil jika ditambahkan koloid pelindung yaiut koloid liofil. Berikut ini penjelasan yang lebih lengkap mengenai koloid liofil dan liofob:
 -      Koloid liofil (suka cairan) adalah koloid di mana terdapat gaya tarik-menarik yang cukup besar   
       antara fase terdispersi dan medium pendispersi. Contoh, disperse kanji, sabun, deterjen.
-      Koloid liofob (tidak suka cairan) adalah koloid di mana terdapat gaya tarik-menarik yang lemah atau   
       bahkan tidak ada sama sekali antar fase terdispersi dan medium pendispersinya. Contoh, disperse  
       emas, belerang dalam air.
Sifat-Sifat
Sol Liofil
Sol Liofob
Pembuatan
Dapat dibuat langsung dengan mencampurkan fase terdispersi dengan medium terdispersinya
Tidak dapat dibuat hanya dengan mencampur fase terdispersi dan medium pendisperinya
Muatan partikel
Mempunyai muatan yang kecil atau tidak bermuatan
Memiliki muatan positif atau negative
Adsorpsi medium pendispersi
Partikel-partikel sol liofil mengadsorpsi medium pendispersinya. Terdapat proses solvasi/ hidrasi, yaitu terbentuknya lapisan medium pendispersi yang teradsorpsi di sekeliling partikel sehingga menyebabkan partikel sol liofil tidak saling bergabung
Partikel-partikel sol liofob tidak mengadsorpsi medium pendispersinya. Muatan partikel diperoleh dari adsorpsi partikel-partikel ion yang bermuatan listrik
Viskositas (kekentalan)
Viskositas sol liofil > viskositas medium pendispersi
Viskositas sol hidrofob hampir sama dengan viskositas medium pendispersi
Penggumpalan
Tidak mudah menggumpal dengan penambahan elektrolit
Mudah menggumpal dengan penambahan elektrolit karena mempunyai muatan.
Sifat reversibel
Reversibel, artinya fase terdispersi sol liofil dapat dipisahkan dengan koagulasi, kemudian dapat diubah kembali menjadi sol dengan penambahan medium pendispersinya.
Irreversibel artinya sol liofob yang telah menggumpal tidak dapat diubah menjadi sol
Efek Tyndall
Memberikan efek Tyndall yang lemah
Memberikan efek Tyndall yang jelas
Migrasi dalam medan listrik
Dapat bermigrasi ke anode, katode, atau tidak bermigrasi sama sekali
Akan bergerak ke anode atau katode, tergantung jenis muatan partikel
C.       Pembuatan Koloid Sol
            Ada dua dasar metode pembuatan koloid sol, yaitu metode kondensasi dan metode dispersi.
1.         Metode Kondensasi
         Metode di mana partikel-partikel kecil larutan sejati bergabung membentuk partikel-partikel berukuran koloid. Proses ini melibatkan penggabungan partikel-partikel larutan (atom, ion). Hal ini dilakukan melalui beberapa reaksi kimia, yaitu dekomposisi rangkap, hidrolisis, redoks, dan penggantian pelarut.
a.    a.         Metode kondensasi
DReaksi dekompi.          Reaksi dekomposisi rangkap
-            Sol As2S3 dibuat dengan mengalirkan gas H2S perlahan melalui larutan As2O3 dingin sampai terbentuk sol As2S3 yang berwarna kuning terang
As2O3     +         3 H2S         à        As2S3 (koloid) + 3H2O
-         -           Sol AgCl dibuat dengan mencampurkan larutan AgNO3 dan larutan HCl encer.
AgNO3    +       HCl             à        AgCl (koloid)   + HNO3  
                                                 ii.      ii.         Reaksi Hidrolisis
-         Sol Al(OH)3 dapat diperoleh dari reaksi hidrolisis garam Al dalam air mendidih
AlCl3        +     3H2O      à        Al(OH)3 (koloid)   +   3HCl
-         -            Sol Fe(OH)3 dapat diperoleh dari rekasi hidrolisis garam Fe dalam air mendidih
FeCl3         +     3H2O      à        Fe(OH)3 (koloid)  +   3HCl
                                                      iii.      iii.         Reaksi redoks
 Sol Au daoat dibuat dengan mereduksi larutan garamnya menggunakan pereduksi organik formaldehida HCHO
2AuCl3   +  3HCHO    +   3H2O  à   2Au (koloid) +  6HCl   +  3HCOOH
                                                       iv.      iv.          Penggantian pelarut
         Belerang sukar larut dalam air, tetapi mudah larut dalam alcohol seperti etanol. Jadi, untuk membuat sol belerang dengan medium pendispersi air, belerang dilarutkan terlebih dahulu dalam etanol sampai jenuh. Stelah iut, larutan belerang dalam etanol ini ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam air sambil diaduk. Belerang akan menggumpal menjadi partikel koloid akibat penurunan kelarutan belerang dalam air.
2.         Metode Dispersi 
           Metode di mana partikel-partikel besar dipecah menjadi partikel-partikel berukuran koloid yang kemudian didispersikan dalam medium pendispersinya. Caranya dapat berupa cara mekanik maupun peptisasi
                                    i.Car      i.       Mekanik
         Pengertian dengan cara mekanik adalah penghalusan partikel-partikel kasar zat padat dengan penggilingan untuk membentuk partikel-partikel berukuran koloid. Alat yang digunakan disebut penggilingan koloid.

         Alat penggilingan koloid terdiri dari 2 pelat baja dengan arah rotasi berlawanan. Partikel kasar akan dimasukkan ke ruang antara kedua pelat tersebut dan selanjutnya digiling. Partikel berukuran koloid yang terbuntuk kemudian didispersikan dalam medium pendispersinya untuk membuat system koloid. Contoh koloid yang dibuat dalam proses ini ialah koloid grafit untuk pelumas, tinta cetak, cat, dan sol belerang.

                                                         ii.      ii.     Cara peptisasi

       Cara peptisasi adalah proses dispersinya endapan menjadi system koloid dengan penambahan zat pemecah. Zat pemecah yang dimaksud adalah elektrolit, terutama yang mengandung ion sejenis, atau pelarut tertentu. Sebagai contoh: Jika pada endapan Fe(OH)3 ditambahkan elektrolit FeCl3 (mempunyai ion Fe3+ yang sejenis) maka Fe(OH)3  maka Fe(OH)3  akan mengadsorpsi ion-ion Fe3+  tersebut. Sehingga, endapan menjadi bermuatan positif dan memisahkan diri untuk membentuk partikel-partikel koloid.      

       Beberapa contoh lain :
-        
     -      Sol NiS dibuat dengan penambahan H2S kedalam endapan NiS
-         -      Sol AgCl dibuat dengan penambahan HCl ke dalam endapan AgCl
-         -      Sol  Al(OH)3 dibuat dengan penambahan AlCl3 ke dalam endapan Al(OH)3
iii.   Cara busur Bredig
         
        Cara busur Bredig digunakan untuk membuat sol logam seperti Ag, Au, dan Pt. Alat yang digunakan dapat disimak pada gambar berikut. 
        Logam yang akan diubah menjadi partikel-partikel koloid digunakan sebagai elektrode. Dua elektrode logam dicelupkan ke dalam medium pendispersi (air dingin) sedemikian sehingga kedua ujungnya saling berdekatan. Kemudian kedua elektrode diberi loncatan listrik. Panas yang timbul akan menyebabkan logam menguap. Uapnya kemudian akan terkondensasi dalam medium pendispersi dingin. Hasil kondensasi ini berupa partikel-partikel koloid.
D.       Pemurnian Koloid Sol
          Partikel dari zat pelarut bisa mengganggu kestabilan koloid sehingga harus dimurnikan. Ada 3 metode yang dapat digunakan, yaitu dialisis, elektrodialisis, dan penyaring ultra.
1.         Dialisis
            Pergerakan ion-ion dan molekul kecil melalui selaput semipermeabel (yang tidak dapat dilalui partikel koloid) disebut diasis. Percobaannya dengan menaruh sistem koloid pada selaput semipermeabel, lalu menaruhnya di air. Zat yang terlarut di dalam air kemudian akan keluar dari selaput itu, sedangkan system koloid tidak. Lalu air dialirkan sehingga mengambil zat-zat yang terlarut.
2.         Elektrodialisis
           Elektrodialisis merupakan proses dialisis di bawah pengaruh medan listrik.
          Listrik tegangan tinggi dialirkan melalui 2 layar logam yang menyokong selaput semipermeabel. Kemudian, partikel-partikel zat terlarut dalam system koloid berupa ion-ion akan bergerak menuju electrode dengan muatan berlawanan. Adanya pengaruh medan listrik pempercepat proses pemurnian.
3.         Penyaring Ultra
            Apabila kertas saring tersebut diresapi dengan selulosa seperti selofan, maka ukuran pori-pori akan berkurang. Kertas saring ini telah dimodifikasi menjadi penyaring ultra.
           Seperti yang telah dijelaskan, emulsi merupakan jenis koloid dimana fase terdispersinya merupakan zat cair. Kemudian, berdasarkan medium pendispersinya, emulsi dapat dibagi menjadi:
1.        Emulsi Gas (Aerosol Cair)
           Emulsi gas merupakan emulsi di dalam medium pendispersi gas. Aerosol cair seperti hairspray dan baygon, dapat membentuk system koloid dengan bantuan bahan pendorong seperti CFC. Selain itu juga mempunyai sifat seperti sol liofob yaitu efek Tyndall, gerak Brown.

2.        Emulsi Cair
      Emulsi cair merupakan emulsi di dalam medium pendispersi cair. Emulsi cair melibatkan campuran dua zat cair yang tidak dapat saling melarutkan jika dicampurkan yaitu zat cair polar dan zat cair non-polar. Biasanya salah satu zat cair ini adalah air dan zat lainnya seperti minyak.
          Sifat emulsi cair yang penting ialah:
1.       Demulsifikasi
     Kestabilan emulsi cair dapat rusak akibat pemanasan, pendinginan, proses sentrifugasi, penambahan elektrolit, dan perusakan zat pengelmusi. 
2.       Pengenceran
Emulsi dapat diencerkan dengan penambahan sejumlah medium pendispersinya.
3.       Emulsi Padat atau Gel
          
Gel merupakan emulsi didalam medium pendispersi zat padat. Gel dapat dianggap terbentuk akibat penggumpalan sebagian sol cair. Pada penggumpalan ini, partikel-partikel sol akan bergabung membentuk suatu rantai panjang. Rantai ini kemudian akan saling bertaut sehingga terbentuk suatu struktur padatan di mana medium pendispersi cair terperangkap dalam lubung-lubang struktur tersebut.
          Berdasarkan sifat keelastisitasnya, gel dapat dibagi menjadi:
1.       Gel elastis
Gel yang bersifat elastis, yaitu dapat berubah bentuk jika diberi gaya dan kembali ke bentuk awal jika gaya ditiadakan. Contoh adalah sabun dan gelatin.
2.      Gel non-elastis
Gel yang bersifat tidak elastis, artinya tidak berubah jika diberi gaya. Contoh adalah gel silika.
3.   Koloid Buih
Buih merupakan koloid dimana fase terdispersinya merupakan gas. Kemudian, berdasarkan medium pendispersinya, buih dapat dibagi menjadi:

1.      Buih Cair (Buih)
         Buih cair adalah sistem koloid dengan fase terdispersi gas dan medium pendispersi zat cair. Biasanya fase terdispersi gas berupa udara atau CO2. Kestabilan buih diperoleh karena adanya zat pembuih (surfaktan). Zat ini teradsorpsi ke daerah antar fase dan mengikat gelembung-gelembung gas sehingga diperoleh kestabilan. Contohnya adalah buih yang dihasilkan alat pemadam kebakaran dan kocokan putih telur.
     Sifat-sifat buih cair ialah:

§        Struktur buih cair berubah dengan waktu karena drainase (pemisahan medium pendispersi) akibat kerapatan fas dan zat cair yang jauh berbeda, rusaknya film antara dua gelembung gas, dan ukuran gelembung gas menjadi lebih besar akibat difusi.
§        Struktur buih cair dapat berubah jika diberi gaya dari luar.

2.       Buih Padat

          Buih padat adalah sistem koloid dengan fase terdispersi gas dan medium pendispersi zat padat. Kestabilan buih padat diperoleh dari zat pembuih (surfaktan). Beberapa buih padat yang kita kenal adalah roti, styrofoam, batu apung,dll.
         Sebagai catatan, tidak terdapat buih gas, dimana medium pendispersi dan fase terdispersi sama-sama berupa gas. Hal itu karena campuran dari keduanya tergolong sebagai larutan.
Pengertian dan Jenis-jenis Koloid
DEFINISI

Koloid adalah suatu campuran zat heterogen antara dua zat atau lebih di mana partikel-partikel zat yang berukuran koloid tersebar merata dalam zat lain. Ukuran koloid berkisar antara 1-100 nm ( 10-7 – 10-5 cm ).
Contoh:
Mayones dan cat, mayones adalah campuran homogen di air dan minyak dan cat adalah campuran homogen zat padat dan zat cair.